Semangat menulis itu memang bisa datang kapan saja dan di mana saja. Ketika orang sepertiku lagi malas menulis karena alasan ini itu, tiba-tiba jadi ngerasa semangat setelah bertemu adik-adik SMA Negeri 2 Jember hari Sabtu 12 September 2015 kemarin.
Jadi ceritanya aku lagi-lagi diminta untuk memberi materi dan motivasi kepada adik-adik SMA ini seru dan menyenangkannya menulis sebuah buku (karya) serta mengajak mereka lebih mengenal tentang proses penerbitan.
Aku (tengah) bersama adik-adik SMA Negeri 2 Jember. |
Ada sekitar satu juta lima ratus enam puluh tiga siswa yang datang. Bercanda ding. Hehe. Ada sekitar 20-an lebih siswa yang berminat di dunia literasi ini. Mereka datang tepat jam pulang sekolah. Aku membuat slide presentasi sederhana. Sambil terus merapal doa, semoga yang kuutarakan bermanfaat dan nggak jadi motivasi kosong buat aku pribadi.
Canggung sih enggak ya..., tapi yang bikin nyengir asoy ketika aku dipanggil, "Bu Vindy." Well..., apakah aku sudah terlihat seperti Buibu? Padahal aku lebih kecil dari mereka. Wakakakak... saya ini imut-imut mungil yang menggemaskan gitu deh.
Kupikir, akan terjadi kondisi di mana aku menjadi garing dan pesertanya asik ngoceh sendiri seperti insiden dulu pernah. Tapi rupanya adik-adik manis ini so sweet banget nyimaknya. Ketika aku selesai presentasi, mereka yang ingin bertanya langsung acung tangan. Ini antara mereka memang ingin lebih dalam kenal dunia menulis atau nggak paham sama penjelasanku ya? Hehe
Mereka tanya sambil nyebutin Nama, Nomor Absen dan Kelas berapa. Aku ngangguk saja, karena ini juga nggak dinilai guru kok. Ini murni memang mereka ingin berbagi ilmu. Meski ada Pak Budi, guru Bahasa Indonesia, yang ikut mendampingi.
Pertanyaannya macem-macem deh!
"Mbak, saya suka menulis tentang Sejarah Jepang. Settingnya di tahun 1600. Saya pernah ke toko buku dan saya menemukan buku tersebut bisa diterbitkan. Di mana saya bisa menerbitkan buku seperti itu?"
Mbak, seperti yang mbak bilang, membuat plot atau outline harus rinci. Bagaimana kalau kita sudah merasa rinci, tapi masih juga mandeg?
Mbak, seperti yang mbak bilang, membuat plot atau outline harus rinci. Bagaimana kalau kita sudah merasa rinci, tapi masih juga mandeg?
"Mbak, Mbak bilang ketika mencetak dan mengirimkan novel, buatlah cover yang menarik. Ini apakah saya harus membuat desain cover sendiri?"
"Mbak, kan kalau royalti hanya 10%, apa mbak nggak merasa dibayar kecil. Padahal kan sebuah ide itu mahal harganya. Bagaimana mbak menanggapi itu?"
"Mbak, kalau boleh tahu, Wattpad-nya apa ya? Supaya kami bisa membaca cerpennya, Mbak."
"Mbak sudah punya pacar belum?"
Dan pertanyaan ekstrem lain yang aduhai banget. Syukur alhamdulillah aku bisa menjawab dan semua masih dalam kapasitasku.
Dan pertanyaan ekstrem lain yang aduhai banget. Syukur alhamdulillah aku bisa menjawab dan semua masih dalam kapasitasku.
Aku yang nggak bisa lupa sama kegigihan seorang cowok yang nggak bisa ngucapin huruf R, namanya Rido. Pas perkenalan dia mengaku namanya Edo (atau ido). Tapi disangkal oleh Guru Bahasa Indonesianya.
"Sebutkan nama asli."
"Edo, Pak."
"Itu bukan nama asli."
"Edo, Pak... Edo..." Semua tertawa. Aku masih belum paham, apa masalahnya?
"Vindy, nama dia itu sebenarnya Rido. Dia punya nama Rido, tapi dia nggak bisa mengucapkan namanya sendiri."
Pecah suasana kelas. Hihi.
"Sebutkan nama asli."
"Edo, Pak."
"Itu bukan nama asli."
"Edo, Pak... Edo..." Semua tertawa. Aku masih belum paham, apa masalahnya?
"Vindy, nama dia itu sebenarnya Rido. Dia punya nama Rido, tapi dia nggak bisa mengucapkan namanya sendiri."
Pecah suasana kelas. Hihi.
Dia mengaku tertarik dengan buku epic. Cerita tentang kehidupan seseorang tahun 1600 di jaman blablablabla Jepang. Dia menyebutkan periode jaman yang aku nggak ngerti. Luar biasaaahh! Dan dia sudah memulainya lho, katanya sih sudah sampai BAB 3. Aduhai! Aku langsung mencelos. Aku memang saat ini aktif sekali di dunia blogging, tapi menulis novelnya masih lambat merayap. Aku jadi malu sama cowok satu ini.
Guru Bahasa Indonesia menyambung, "Saya nggak butuh omongan. Saya ingin bukti nyata kalian menulis."
Cowok yang nama samarannya Edo ini menjawab, "Iya, Pak. Saya bisa suka menulis itu karena kata Ibu saya, dulu waktu masih kecil saya suka ngomong sendiri."
Spontan semua tertawa.
"Makanya sama orang tua saya disuruh menuangkan dalam tulisan."
"Nah, saya juga nggak mau keinginan kamu menjadi penulis melahirkan karya itu sebuah omongan. Saya butuh buktinya." kata Pak Budi lagi.
Tapi. unik juga anak ini. Dari sorot matanya menggebu ingin jadi penulis hebat. Antusias banget! Sampai-sampai begitu pulang aku langsung dicegat, coba! Nggak boleh pulang dulu sama dia, karena dia ingin diskusi. Masih kurang aja ya, dua jam di kelas tadi.
Aku arahkan dia ke teman penulisku Pak Zhaenal Fanani, penulis yang sudah melahirkan banyak buku epic. Dia sangat senang dan semakin nggak ngebolehin aku pulang -_-
Guru Bahasa Indonesia menyambung, "Saya nggak butuh omongan. Saya ingin bukti nyata kalian menulis."
Cowok yang nama samarannya Edo ini menjawab, "Iya, Pak. Saya bisa suka menulis itu karena kata Ibu saya, dulu waktu masih kecil saya suka ngomong sendiri."
Spontan semua tertawa.
"Makanya sama orang tua saya disuruh menuangkan dalam tulisan."
"Nah, saya juga nggak mau keinginan kamu menjadi penulis melahirkan karya itu sebuah omongan. Saya butuh buktinya." kata Pak Budi lagi.
Deg!
Tersindir banget dengan kata-kata Pak Budi barusan.
Tapi. unik juga anak ini. Dari sorot matanya menggebu ingin jadi penulis hebat. Antusias banget! Sampai-sampai begitu pulang aku langsung dicegat, coba! Nggak boleh pulang dulu sama dia, karena dia ingin diskusi. Masih kurang aja ya, dua jam di kelas tadi.
Aku arahkan dia ke teman penulisku Pak Zhaenal Fanani, penulis yang sudah melahirkan banyak buku epic. Dia sangat senang dan semakin nggak ngebolehin aku pulang -_-
Kawan-kawannya pun begitu. Minta pin BB dan nomor Handphone. Malamnya, serasa dapat murid online. Mereka antusias konsultasi tentang menulis. Ada yang sudah mengemas tampilan naskahnya. Ada yang konsultasi judul. Ada yang mulai kepoin segala rupa media. Pokoknya mereka luar biasa keren! Semangat yang begini kayanya jadi api kecil yang memantik di hasratku yang mulai gersang.
Terima kasih banyak atas timbal balik semangat yang kalian beri untukku, ya adik-adik! Semester depan mudah-mudahan kita bertemu lagi di Festival Film!
Ketika kita diminta untuk memberi ilmu,
Sesungguhnya kitalah yang mendapatkan ilmu.
-- Vindy Putri, Writer and Blogger.
12 komentar
Write komentarwkwkak Edo do e.
ReplySaya kira Edo Kondologit.
Replywaduh pertanyaannya bikin merinding. Kalo aku yg ditanyain mungkin milih kabur aja hehehe
ReplyYa nggak bisa kabur, Vie. Belum waktunya pulang hehehee...
ReplyHaha.. siapa tuh?
ReplyEdodoeeeeee XD
ReplyKe SMA gue dong kak vindy :D hahaha :D
ReplyWih ibu vindy diundang kesekolah toh tapi kelewatan juga tuh muridnya smpai 1 juta . langsung gila deh guru ngajar gitu,.
Replymntap bnget quotenya kak atau ibu vindy ;p
asik ya... jadi mentor bagi pelajar buat nulis. hahaha, kampret banget... hampir ketipu gue yang dateng satu juta lebih -___- ternyata 20-an. gile kalau sampe sejuat lebih, gue nggak yakin lu sangup jawabin pertanyaannya satu2
Replywah keren, kasih tipsnya dong kak biar semangat nulis novel yang lagi mandek
ReplySepakat dengan quotte terakhir. Begitu juga saat kita menuliskan sesuatu utuk orang lain, biasanya kita memang menulis untuk diri sendiri juga. Termasuk menyematkan nasihat.
ReplySalam kenal dari Yogyakarta.
keren banget ih, mantep! ;)
ReplyJejakkan komentar, saran, kritik, dan pertanyaan melalui Contact atau komentar di bawah ini. Gunakan komentar Facebook (di atas) jika ingin mendapat notifikasi balasan langsung dari Facebook. Atau bisa juga dengan akun Blog/Gmail.
Terima kasih berkenan membaca dan mampir di Vindy Pindy Mindy.
--- www.vindyputri.com ConversionConversion EmoticonEmoticon