NO SPOILER! Ketika review ini ditulis, film masih diputar di bioskop.
Review ini mungkin juga akan mengandung pro dan kontra. Karena isinya opini saya pribadi yang mungkin sangat bisa berbeda dengan pola pikir dan pendapat masing-masing. Tapi jomlah kita diskusi yang sehat.
Film ini sejak keluar trailer-nya saja sudah menuai kontroversi. Terutama diperdebatkan oleh orang dewasa. Khawatir kalau film ini bisa mempengaruhi remaja milenial saat ini. Khawatir kalau abis nonton trus pengen sex bebas. Khawatir kalo abis nonton ini mikir kalo pacaran gapap asal ga hamil.
Okey, let’s read my review.
Sejak tau Zara JKT48 mau min film lagi, ga mikir panjang, “AKU MAU NONTON!” Soalnya dia salah satu member yang aku suka karena cantik dan berbakat. Bagi yang belum tau, Zara pernah main di film Dilan sebagai adik Dilan dan Keluarga Cemara sebagai Euis. Entah kalau ada di film lain, yang saya tahu dua judul itu.
Baca Juga:
Bagiku, Zara yang dari member JKT48 akan menarik banyak remaja milenial, karena para WOTA itu banyak, jendral. Fans Zara banyak! Jadi, cucok kalau Zara jadi percontohan segmen remaja.
Trus pas tau ceritanya tentang hamil di luar nikah, saya selow. Karena memang saya bukan tipe yang suka mencela karya orang. Sejelek-jeleknya karya, tetap bagus menurut saya. Karena kalau saya disuruh bikin belum tentu bisa. Ya, kan?
Trailernya ada adegan sepasang remaja pacaran, gandengan tangan, peluk, cium, trus layar gelap, tau-tau di ranjang berdua selepas berhubungan badan.
Oya, saya nggak mem-blur atau menggunakan istilah ambigu, ya. Saya akan bilang apa adanya. Misal: berhubungan badan tidak saya tulis ‘gituan’. Jadi maaf kalau ada yang kurang berkenan.
2% Adegan 98% Pembelajaran
Film ini padat. Alurnya maju dan nggak membingungkan sama sekali. Nggak terburu-buru juga. Saya nontonnya enjoy dan bisa khidmat karena seluruh bioskop juga nyimak dengan baik.
Adegan yang dikhawatirkan orang tua kalau dilihat sama anak remaja itu disajikan di awal. Tapi isinya ya sama persis seperti trailer. Jadi saya rasa, pas nonton nggak bakal kaget abis ini gimana atau sampe tutup mata. Karena semua adegan di film sudah sering ditonton di trailer. Jadi saya rasa sudah siap nontonnya.
Selepas itu nggak ada sama sekali adegan berhubungan badan lagi. Jadi kekhawatiran para orang dewasa cuma di menit-menit pertama doang. Sisanya? Yakin saya kalau teman-teman nonton baik dari yang usianya remaja sampai orang tua bakal diem, nyimak, nangis, dan mikir…
Iya, mikir.
Karena film ini tuh emang tujuannya untuk semua mikir. Anak remaja jadi mikir kira-kira pacaran trus sex sebelum nikah itu bener nggak? Enak nggak entar menjalani hidup? Enak? Jiah… Kaya yang udah ngerasain aja. Kalau emang bener enak, trus nasib ke belakangnya gimana? Tanggung jawabnya apa saja.
Trus orang tua yang nonton juga diajak mikir sambil introspeksi. Sudah sejauh mana kita mendidik dan menjaga anak. Sejauh mana kedekatan orang tua sama anak. Kalau begini, jadinya begitu, dst. Harusnya sejak awal begini begitu dll. Bagi yang sedang dan akan jadi orang tua juga jadi bersiap diri, apa yang harus dilakukan supaya semua baik sesuai yang diharapkan.
Eh enggak cuma untuk anak dan ortu aja, ding. Peran lingkungan, kerabat, temen, dan sekolah juga digambarin di sini. Masalah kompleks yang dikemas sederhana. Saya nontonnya jadi merasakan sebagai anak, sebagai orang tua juga sebagai teman, bagaimana seandainya di posisi itu. Kesannya dapat.
Saya nangis, penonton lain nangis, srot-srot ingus juga ada.
Jadi harapannya pas keluar bioskop tuh membekas, “Aku nggak mau jadi mereka. Apa yang harus aku lakukan?”
Tetap Bawa-bawa Agama
Makanya, jangan nyinyir aja. Film berbau sex ini tetap bawa-bawa agama. Dan agama yang dianut adalah agama mayoritas di negeri ini. Keputusan-keputusan tetap dengan pertimbangan aturan agama. Bahkan kebiasaan beribadah bersama juga ada. Meski ada yang mengganjal, setahuku menikah ketika hamil itu nggak boleh kan ya? Nunggu sampai lahir dulu.
Nonton Sama Anak
Orang tua yang resah kalau anaknya nanti nonton ini trus terjadi yang ditakutkan, lebih baik ajak nonton bareng. Kemarin pas saya nonton, banyak kok anak-ortu yang nonton bareng. Itu lebih bijak menurut saya, daripada mencela tanpa tahu isi filmnya. Foto di bawah ini saya ambil sendiri pakai HP di depan studio yang bakal muterin film Dua Garis Biru.
Bukan Ngajak Sex Bebas
Please, nonton dulu. Ini film memang tentang sex di luar nikah. Ini memang perbuatan yang salah dan film ini bukan untuk pembenarannya. Faktanya, konflik yang diangkat sangat banyak terjadi di lingkungan kita sendiri. Dan media masih sangat minim yang menceritakan dan memberi kesan baik.
Dulu memang ada Pernikahan Dini, sinetron yang dimainkan Agnes Monica. Sekarang ada Dua Garis Biru, film yang lebih ringkas tapi padat.
Di film ini ingin mengedukasi semua lapisan umur tentang dampak dari pacaran lalu berani berbuat sex. Namanya juga film ya, konfliknya jelas dibuat rumit. Ya ini contoh kemungkinan terburuk dari akibat sex di luar nikah bagi remaja.
Kenyataannya, di dunia nyata banyak yang lebih rumit.
Kesimpulan Tentukan Sendiri
Penonton yang keluar bioskop berhak menentukan moral view di film ini. Silakan kalau berpikir, “Nonton film ini tetap dianggap ngajarin pacaran, asal gak hamil gapapa.”
Silakan…
Atau ada yang anggap film ini masih tidak bermoral, silakan juga. Setidaknya kita belajar dari kisah. Film kan memang pasti bernilai positif juga harus ada negatifnya. Tugas yang nonton itu memilih yang baik, dan nggak niru yang jelek.
Atau sekalian anulir film ini dan tetap nggak nonton ya sah-sah saja, silakan. Asal tidak mencela.
Sesimpel itu.
Anak-anak jaman sekarang yang mau buang uang ke bioskop itu biasanya cukup terbuka wawasannya. Mau diajak berdiskusi, mau melihat dan menghargai karya, jadi aku yakin mereka cukup mampu memilah mana baik dan buruk.
Bagi saya, film ini salah satu media Sex Education Terbaik. Kalau nggak percaya nonton aja sendiri. Ajak anak, pulang silakan diskusi. Atau kalau malu, tonton sendiri saja dulu. Jangan dahulukan nyinyir dan prasangka. Karena para orang tua kudu nonton juga.
Nah kita sebagai penonton juga kudu cerdas ya… Ini film yang awalnya pacaran trus mau ga mau dinikahkan karena hamil, kan… Nah lihatlah mereka sebagai suami istri muda. Yaa dari segi wajah polos, tapi ya inilah contoh remaja menikah.
Jadi jangan lagi ada celaan, “Itu masih senden2an berdua di ranjang.” Iya memang mereka masih remaja, tapi di ceritanya sudah menikah di film ini. “Tapi kan, pemainnya gak bener-bener nikah.” Yaudin lah ya.. itu urusan mereka sebagai public figur. figur percontohan. Doakan saja mereka tidak seperti di filmnya. Be wise, okey?
Kekurangan
Ada bagian ganti frame tidak mulus. Misal adegan ngobrol, posisi duduk berdua. Pas ganti frame posisinya udah tiduran. Trus juga pas Zara melahirkan, wajahnya kurang menjiwai, hehe.. nggak kaya wajah saya pas melahirkan, haha!
Tips
Kalau memang bener-bener nggak mau dan jijik lihat adegan sepasang sejoli ini tapi tetep pengen nonton, silakan masuk ke bioskop 1-10 menit setelah film baru diputar. Karena adegan yang 2% itu cuma di awal saja. Sisanya, duduklah dengan tenang, silakan simak baik-baik.
Ohya, siapkan tissue juga ya…
Panjang sekali ya review ini. Agak serius pula haha… Pasti abis ini banyak yang komentar pro kontra deh. Gapapa.. saya terima 🙂
Ohya ada dialog yang bagus menurut saya. Saat sudah kejadian, Ibu si laki bilang, “Padahal dulu kalau kamu nonton tivi ada adegan ciumannya, ibu tutup matamu.” Lalu si anak laki tersenyum sambil bilang:
“Memangnya Ibu bisa ciuman sama Ayah karena nonton ciuman dulu?” Kemudian mereka tertawa kecil. Ya sama kaya nonton film ini. Apa iya lantas anak-anak remaja jadi berbondong-bondong sex di luar nikah sampe hamil? Siapa hang hamil duluan, dia yang keren. Gitu kah?
Catatan:
Saya seorang Ibu dari 1 anak perempuan.
Jejakkan komentar, saran, kritik, dan pertanyaan melalui Contact atau komentar di bawah ini. Gunakan komentar Facebook (di atas) jika ingin mendapat notifikasi balasan langsung dari Facebook. Atau bisa juga dengan akun Blog/Gmail.
Terima kasih berkenan membaca dan mampir di Vindy Pindy Mindy.
--- www.vindyputri.com ConversionConversion EmoticonEmoticon